Tumblr Cursors | Tumblr Theme

Selasa, 03 April 2012

Senja di Matamu ( CerPen ke-1 Wulan Amessi )

Pagi itu cerah sekali hingga langit berwarna biru cerah dan awan putih menyeimbangi warna itu. Betapa indahnya ciptaan Tuhan.

Alarm hape-ku berdering pukul 05.00 WIB dan itu pertanda bahwa aku siap untuk mengawali hari ini. “Hari ini hari bahagia, kataku dalam hati.” Betapa tidak bahwa pelajaran hari Rabu ini sangat menyenangkan. Aku menyukai pelajaran Kesenian bahwa dari mengenal seni kita tahu apa itu keindahan. Menurutku, keindahan itu adalah nilai yang berharga dari dalam diri kita.

Aku sudah siap berangkat kesekolah perginya tentu saja bersama Bapak. Tasku juga sudah kusandang dipundakku oh rasanya berat sekali karena memikul buku-buku pelajaran hari ini. Aku tak menyerah sampai disitu. Posisiku saat ini adalah sebagai seorang pelajar SMA yang tak akan menyerah pada kehidupan. “Aku yakin pada diriku, ucapku meyakini hatiku.”

Dari kejauhan menjelang sampai di kelas aku melihat sosok pria berdiri di depan pintu memakai seragam putih abu-abu sambil tersenyum padaku. Dia Noval, pacarku. Aku pun membalas senyuman itu sampai aku berdiri di depannya lalu masuk tanpa menyapanya. Aku pikir senyuman itu sudah bisa dibilang sapaan. Sapaan lembutku untuknya. Ku letakkan tas ranselku di atas meja dan ia datang menghampiriku. Ia menyapaku begitu hangat. “Makasih ya tadi udah bangunin aku untuk sholat subuh, kalo nggak ada kamu pasti aku bangunnya telat lagi, sambil cubit pipiku. ” Aduhhh. Aku teriak kesakitan karena cubitannya sampai-sampai membuat pipiku jadi merah. “Aku sayang kamu, ucapku menggebu-gebu dalam hati.”

Tetapi sore itu pertengkaran di antara kami mulai terjadi lagi. Semula pertengkaran kecil, hanya karena beberapa butir kuaci. Namun, karena tak sanggup melihatnya yang seakan tak peduli denganku jadilah permasalahan itu semakin rumit. Setelah pulang sekolah aku tak berani menegurnya karena sikapnya yang masih saja cuek denganku. Aku duduk di bangku pos satpam sekolah tanpa berkutik sedikit pun. Ia mengikutiku sejak tadi dengan motornya. Mataku berkaca-kaca seakan ingin menitikkan air mata. Rasanya tak sanggup lagi menahan air mata saat dia membentakku dan saat dia menatapku tajam. Aku sama sekali tak berkutik. Diam seribu bahasa. Dia tetap memaksaku untuk mengajakku pulang, tapi aku tetap diam. Rintik-rintik hujan mengiringi pertengkaran kami waktu itu.

Aku bergegas pulang memanggil ojek untuk mengantarku pulang. Tanpa pamit aku tinggalkan dia disana, namun tak berani aku menatapnya. Aku tak peduli seberapa banyak air mata yang akan aku keluarkan untuk menangisi pertengkaran itu yang sudah aku tahan-tahan dari tadi. Aku pikir aku akan tegar dan kuat namun ternyata aku begitu lemah karena cinta. Cinta yang semula ku pikir bisa membuat aku bahagia malah membuatku lemah tak berdaya.

“Kok naik ojek?, tanya ibu padaku.” Aku malah diam dengan wajah murung. “Kenapa?, tanya ibu lagi. Biasanya pulang diantar Noval. Kalian putus?” Aku hanya menjawab “Enggak”.

Dari semalam sampai pagi ini dia sama sekali tak menghubungiku. Aku tetap mencari kesibukan dengan menyelesaikan tugas-tugas yang menumpuk di sekolah. Ku pikir hari ini kami berdua akan baikan, tapi dugaanku salah besar. Dia masih saja mengacuhkanku. Sepintas ku ingat kata-katanya saat ia memarahiku kemarin. Bahwa aku masih saja bertingkah laku seperti anak kecil dimana masih saja masalah kecil terlalu ku perbesarkan.

Aku termenung duduk di bangkuku. Hanya termangu menatapnya yang sedang memberi arahan untuk gotong royong nanti sore. Ahh, pikirku semakin galau saja. Sepertinya malam ini aku akan mencoba untuk memperbaiki hungan ini. Jujur saja aku tak bisa jauh darinya terlalu lama. Aku hanya bosan bila sendirian. Aku butuh perhatiannya, Ya Tuhan……. . Emosiku memuncak sesaat setelah menceritakan masalah ini pada teman sebangkuku, Lia. “Kamu harus percaya bahwa setiap permasalahan itu ada jalan keluarnya.” Hah… aku hanya tak ingin menangis hari ini. Aku meyakini hatiku sendiri bahwa aku bisa tegar dengan masalah ini.

Ku coba berdiam diri di dalam kamar seakan tak ada senyuman yang singgah di bibir ini. Aku mencoba menelpon ke ponsel Noval. Tetapi, berkali-kali ku telpon ia tak juga mengangkat telponku. Hah…. pikiranku mulai kacau tak tahu harus berbuat apa dan air mata pun terjatuh begitu saja. “Kau tak tahu bahwa aku lemah tanpamu.”

Subuh hari Jumat ini kucoba menelponnya kembali, tetapi sama saja ia tetap tidak mau mengangkat telpon dariku. Hahh… sudahlah percuma saja.

Aku menangis di tempat dudukku sambil menutup wajahku dengan jilbab hitamku. Aku tak sadar ia telah berada di depanku dan menggenggam jemariku. “Aku hanya ingin kamu sadar dan bisa lebih bersikap dewasa. Belajarlah dari pengalaman ini. Sakit, bukan? Begitulah aku kemarin, ucapnya sambil tersenyum padaku.” Aku membalas senyuman itu. Aku menatap matanya yang berkaca-kaca. Ku lihat dia tulus memaafkanku. Betapa bahagianya hari itu saat senyumannya kembali lagi untukku. Untuk menghiasi hari-hariku.

SMAN 1 MUARA BUNGO

02 MARET 2012