Aku tak seperti matahari
yang selalu menyinari bumi dan memberi kepuasan bagi turis-turis Bali. Aku tak
seperti rembulan yang selalu senantiasa memberi cahaya bagi gelapnya malam. Aku
tak seperti bintang yang terkadang terlihat kecil, namun besar rupa dan
harapnya.
Tak mudah untuk menjadi
bintang yang paling terang. Tak mudah pula memberi cahaya untuk malam
sampai-sampai taka da waktu untuk tidur. Aku selalu berpikir, pasti rembulan
selalu tidur siang agar malamnya ia bisa terjaga untuk menerangi hati-hati
remaja yang sedang sepi dan dirundung rasa galau yang luar biasa. Aku berpikir
bahwa panasnya terik matahari bisa mengoyakkan segala kekecewaanku. Mengubah
bentuk rambutku menjadi kering dan kusam.
Oh, sungguh panas hatiku.
Bak sinar matahari pagi sampai siang yang selalu mengukir panas di jiwaku,
hatiku, dan dari ujung rambut, kulit, sampai telapak kakiku.
Kau tak bisa memberi makna
apa-apa dari kejadian siang ini. Kau hanya sebatas melihat tanpa kau ketahui
penyebabnya. Kau hanya bicara dengan angkuhnya. “Akulah raja dusta yang
mendustakan hatiku sendiri, padamu.”
Oh, kau hanya seorang
pendusta tentang cinta, asmara, dan hati yang kau lukai. Kau dustakan semua
lakumu, sikapmu, sifatmu, bahkan hatimu hanya untuk sesuatu yang menurutmu
sekarang jauh lebih berharga dariku.
Post request by Nanda Lisisina, my friend.
Terima kasih pujian untuk kertas yang tak sengaja kau baca dan kau hapalkan isi dalam tiap baitnya. :)